II : PERMEN KAPAS YANG SEMANIS SENYUMMU


Aku hanya merasa kau lah orangnya.”

Aku harap dia tak berpikir bahwa aku mesum atau apapun, karena aku mengatakan ini dengan tulus.

“Bukankah aku hanya bayangan cinta pertamamu itu?”

“Ah tidak tidak, aku mengatakan kau mirip dengannya bukan berarti aku masih menyukainya, lagipula saat itu aku masih sangat kecil.”

“Oh kau benar tidak menyukainya lagi ya?”

“Kau tidak percaya?”

“Aku ingin permen kapas, kau punya?”

Aku teringat masih mempunyai satu bungkus permen kapas di dalam ranselku, kemudian kuberikan kepada Sarah.

“Alvin?”

“hmm??”

“Boleh ku dengar lanjutan ceritamu tadi?”

“Tentu saja.”

.

2005

Seminggu setelah mayat temanku ditemukan aku mendapat catatan yang berisi bahwa Emily masih hidup! dan yang paling mengejutkan Emily sendiri yang menulis catatan itu. Aku sangat hafal bagaimana tulisan tangan Emily.

Karena terlalu senang, aku menceritakan mengenai catatan itu ke teman sebangku ku. Tetapi, dia tidak percaya dan melempar catatan itu ke sebuah danau yang ku sebut “Kolam Harta”.

Aku berusaha untuk meraih catatan itu tetapi catatan itu justru hanyut ke tengah danau, tanpa berpikir panjang aku langsung terjun ke dalam danau untuk meraih catatan itu. Kemudian aku teringat bahwa sebenarnya aku tidak bisa berenang, tidak ada seorang pun disana. Tubuh ku terasa diseret ke dasar danau, nafasku mulai melemah, detak jantungku memburu.

.

Seorang wanita paruh baya menolongku dari kejadian itu. Kemudian ia juga memberikan catatan milik Emily kepadaku. Sebelum aku mengucapkan terima kasih dia pergi begitu saja.

“Kau tidak melihat wajahnya?”

“Tidak , pengelihatanku masih lemah saat itu.”

“Kau berhutang nyawa dengannya.”

“Aku akan membalas kebaikannya ketika bertemu dengannya kelak.”

“Hikss.. hikkss.. kau sangat pandai membuat cerita sedih Alvin, mungkin dia juga sedang mencarimu.”

“Aku berharap bisa bertemu dengannya lagi.”

“Emmm!” Angguknya sambil menyeka air mata di pipinya.

“Pada saat aku berumur 5 tahun, aku hampir mati.”

“Benarkah?”

“Ini kebetulan bukan?”

“Oh, Em.”

“Oh iya, saat aku minta Pin BBM mu kau bilang kau tidak punya kan? Bukan berarti kamu tidak punya ponsel?”

“Ah iya.”

“Boleh aku minta nomor ponsel mu saja?”

“Tentu, sebentar.”

Ia berusaha merogoh isi tas nya berusaha menemukan catatan. Dikeluarkannya sebuah buku catatan berwarna azure dengan motif polkadot dari tas nya.

“Ah, Bukan ini.” Bisiknya sambil memasukkan buku itu kembali.

Ia kembali mengeluarkan buku berwarna pink polos kemudian menulis sesuatu diatasnya.

“Ini.” Katanya sambil menyodorkan secarik kertas.

.

“Kamu benar bertemu dengannya hari ini?” seru Sam.

“Ah tentu.”

“Dan kau langsung pulang saat matahari masih diatas kepala?”

“Emmm..”

“Ajak dia minum teh atau ajak dia ke taman hiburan, memang agak kasar tapi coba lah untuk meyakinkannya.”

“Apa itu tidak terlalu cepat?”

“Aku tidak menyangka kau hanya bertukar kontak lalu pulang. Lalu dia mungkin tercengang saat berpisah.”

“Maksudnya?”

“Dia mungkin berpikir Ha? Laki-laki ini menyukaiku? Lalu kenapa dia tidak mengajakku.” Kata Sam sambil menirukan suara wanita.

“Lalu apa yang harus aku lakukan?”

“Kesinikan ponselmu!”

“Ada apa?”

Sam menekan beberapa kombinasi di keypad ponselku.

“Di Plaza sedang ada film bagus yang diputar.”

“Lalu?”

“Ajak dia kesana, dasar lamban!”

“Ah, aku tidak yakin.”

“Ini!” teriak Sam sambil menempelkan ponsel di daun telingaku.

“Hey! Sudah berdering!”

“Hallo??” kata seorang wanita dari sebrang.

“Ah, Ini aku Alvin.”

“Alvin? Ada apa?”

“Apa yang harus kukatakan bodoh?” bisikku kepada Sam.

Kemudian Sam secepat kilat menuliskan kata-kata di secarik kertas.

“Hmm?” tanya Sarah.

“Ah, Um besok di Plaza ada film bagus. Apa kamu ..”

“Oke, Besok di Halte Simpang Tujuh Jam 2.”

“Hm?? Besok?”

“Iya.”

“Yap! Besok di Halte Champs-Élysées Jam 2 Oke.”

“Baiklah, sampai jumpa.”

“Yoshhh!!! Terima kasih Sam! Kau benar-benar dewa! Aku mencintaimu!” teriakku sambil memeluk Sam.

“Lepaskan aku!”

.

Suasana Lorong sangat riuh dipenuhi dengan segerombol siswa yang sedang berbenah menyiapkan pameran kami.

“Alvin, tolong bawa dokumen ini ke Mr.Abraham.”

“Maaf aku sedang buru-buru, jam berapa sekarang?”

“Jam 12, ada apa ?”

“Sampai Jumpa”

“Tugas melukismu yang kemarin..”

“He?”

“Itu sudah dipajang di kelas.”

Aku hanya terdiam, teringat perkataan Sarah tempo hari yang mengatakan bahwa tugas yang sedang ku kerjakan kemarin akan dipajang di kelas. Apa dia paranormal? Ah mungkin hanya kebetulan.

“Oiyaa, terima kasih. Sampai Jumpa.”

.

Sam memberiku panduan untuk berkencan.

“Dengarkan baik-baik, sebelum kau bertemu dengannya, berjalan-jalanlah disekitar sehingga kau tidak akan tersesat yang membuatnya hilang kesabaran atau menganggapmu orang yang tidak berkepribadian. Dan kemudian tunjukkan apa yang kau sukai, jika kau tidak bersenang-senang dengannya tidak ada gunanya pergi bersamanya.”

Aku memasuki museum Louvre dan menemukan sebuah jam pasir antik, aku sangat menyukainya, akan kutunjukkan pada Sarah.

Jajaran kedai juga tersedia di komplek ini, diantara banyak kedai aku mencoba Pizza pedagang kaki lima di sekitaran monument Arch de Triomphe.

“Aku ingin Sarah mencoba ini juga.”

Saat itu juga aku menyadari bahwa aku sangat ingin berbagi semua hal dengannya.

.

“Alvin”

“Kau sudah sampai?”

“Emm.”

“Ayo , aku sudah memesan tiket.”

“Ayo.”

.

Setelah film usai aku mengajak Sarah ke Jardin du Luxembourg, hamparan rumput hijau, pepohonan , taman bunga mengiringi kami berdua.

“Wow, tempat ini sangat indah.”

“Tempat ini juga di lengkapi kolam, perahu layar dengan akses jalan setapak dan juga air mancur Medici Fountain. Pada 1612 marie de’ Medici membangun taman ini dengan luas 23 hektar.”

“Ini bagus, aku sangat menyukai tempat ini.”

.

“Wow lihat jam pasir ini, ini sangat cantik.”

“Tentu.”

Tidak disangka hal yang kusukai akan disukai juga oleh Sarah.

.

“Emmm! Enak.”

“Benarkah?”

“Yeah.”

“Hei, aku bertanya-tanya bagaimana rasa ayam saus coklat itu.”

“Ayo kita periksa.”

.

“Tidak ada yang istimewa.”

“Em…”

“Tunggu, aku akan mencoba Pizza yang lainnya.”

“Eh??”

“Aku tidak suka ayam ini menjadi makanan terakhirku.”

“Wahh, lucunya.”

“Waah, Sepertinya itu Anjing Pomeranian.”

“Lucu ,bukan?”

“Seperti ini.” Kataku sambil menirukan wajah anjing itu.

“Kau lucu Alvin.”

Ciiittt….. Dyaaarr !!!!

“Waww ada kembang api!” Teriak Sarah.

Kulihat sifat Sarah masih sangat kekanakan. Bagaimana bisa ia berteriak sekencang itu hanya karena kembang api?

“Ayo kita keluar.”

“Ternyata sudah selarut ini.”

“Em..”

Banyak pasangan kekasih yang melihat momen ini sambil mengabadikannya lewat kamera ponsel mereka. Sarah terus saja memandangi kembang api di udara.

“Em, Sarah ..”

“Apa kau tahu?” sela Sarah. “Em?”

“Ini kencan pertamaku.”

“Apaa??!”

“Kau pasti berpikir aku bohong?”

“Sarah, aku sangat menyukaimu.”

“Aku sangat frustasi, kau tahu? Aku sering mendengar hal seperti itu.”

“hm, tidak masalah.”

“Aku sangat egois.”

“Tidak masalah.”

“Aku makan banyak saat suasana hatiku tidak baik.”

“Tidak masalah.”

“Baiklah.”

“Dan satu lagi.”

“Hm?”

“Aku benar-benar mudah menangis.”

Tampak dari sini mata Sarah terlihat berkaca-kaca dan terlihat indah terkena pantulan cahaya kembang api. Sarah terlihat seperti seseorang yang rapuh dibalik keceriaannya. Itu membuatku ingin selalu melindungi dan menghiburnya.

* * *