I : PROLOG
12 Maret 2017
Aku jatuh
cinta.
Aku
selalu naik bus dari rumah untuk pergi ke kampus, tiba-tiba saja aku jatuh
cinta. Hal pertama yang kupikirkan saat ini adalah “Beri Aku Sedikit Waktu”.
Tapi
itulah yang akan kau pikirkan , bukan?
Karena
dia adalah seseorang yang mungkin tidak akan pernah kau temui lagi.
Sudah
berakhir begitu kita meninggalkan bus ini dan berpisah.
Ya, akan
kulakukan ! Aku akan mengajaknya berbicara jika kita turun di halte yang sama.
Semangat
!
.
.
Cittt !!!
Pssss….
“Halte
Champs-Élysées, yang ingin turun silahkan berhati-hati cek barang bawaan anda,
jangan sampai ada yang tertinggal.”
Suara itu
menghentikan lamunan ku, seketika pandanganku tertuju ke gadis tadi akan
tetapi, dimana dia?? Dia menghilang, apa dia turun di halte ini? Tanpa
ragu-ragu aku langsung keluar dari bus dan mencarinya di sekitar halte.
“Permisi,
Permisi.” Kata ku sambil berusaha menyerobot jalur orang lain.
Ahh
disini sangat ramai, sukar untuk mencarinya.
Tiba-tiba
saja pandangan ku langsung tertuju kepada seorang gadis yang menyebrang di
zabra cross menuju Arch de Triomphe. Dengan langkah tergesa-gesa aku
mengejarnya.
“Emm,
Permisi ! Bisa minta Pin BBM ?” teriakku.
Dia
berbalik dan menatapku dengan senyuman polosnya.
“Ah.. Aku
melihatmu di bus dan umm..”
“Aku
jatuh cinta denganmu pada pandangan pertama.”
Sekali
lagi dia tetap menatapku dengan senyuman polosnya.
“Aku tahu
ini tiba-tiba dan mungkin mengejutkan tapi memang benar, umm.. Aku juga
terkejut, Sangat.”
Tiba-tiba
senyumanya makin melebar.
“Aku
Tidak punya.” Jawabnya dengan lembut dan tetap dengan senyumannya.
“Apa?”
Mungkin
saja dia tidak mau memberikan kontaknya kepadaku, hanya itu yang bisa
kusimpulkan saat ini.
“Aku
mengerti, jadi kamu tidak memilikinya ya..”
“Sampai
Jumpa ..” Sapaku sambil melambaikan tangan dan berbalik dengan menyembunyikan
rasa kecewa tentunya.
“Ah, kau
salah paham!” Selanya.
“Aku
benar-benar tidak punya.”
“Eemm,
ingin berbincang sebentar disana?” tawarnya sambil menunjuk sebuah bangku panjang
yang terbuat dari kayu jati.
.
“Kuliah
jurusan apa?” tanyaku.
“Jurusan
Psikologi, kau?”
“Aku
jurusan Seni.”
“Waah
lain kali coba lukis aku ya.”
“Hahaha
siap.”
Tiba-tiba
suasana menjadi hening ..
Aku
mengeluarkan dua bungkus permen kapas dari saku ku dan menyodorkan satu
untuknya, dia menerimanya dengan malu-malu.
“Emmm,
aku suka ini sangat manis, rasanya aku ingin memakan ini lebih dari 1000
bungkus” katanya sambil terus mencomot permen kapas dengan tangan mungilnya.
“Kau
bercanda? Bisa bisa kau diabetes.”
“Aku
tidak keberatan, karena memakan permen kapas ini aku melupakan semua masalahku,
dan jika harus mati karena diabetes setidaknya aku mati melupakan semua
masalahku.”
Kata-katanya
membuatku ingat akan seseorang …
“Kau
tahu? Kau mengingatkanku dengan cinta pertamaku 15 tahun yang lalu.”
“Maksudmu?
Berapa umurmu sekarang?”
“20
tahun.”
“Itu
berarti saat kau berumur 5 tahun? Cinta pertama? Itu terlalu konyol.”
“Ya
memang, dia sangat suka permen kapas sama sepertimu, namanya Emily ,dia juga
pernah berkata persis seperti apa yang kau katakan tadi.”
“Kau
bercanda? Yang ku katakan tadi itu kutipan terkenal.”
“Dari
siapa?”
“Bethoven
mungkin?” tebaknya sambil menyerigai.
“Hahaha
.. Kau tidak sedang membodohiku kan? Bethoven itu komposer musik”
“Kau tahu
ada sebuah tempat bernama kolam harta di …”
“Ah maaf
, aku sudah hampir terlambat. Aku harus pergi sekarang” Selanya.
“Emm,
Siapa namamu ?”
“Namaku
Sarah Allison, kau?”
“Aku
Alvin. Aku harap besok kita akan bertemu lagi.”
Bulir air
mata menetes ke pipi meronanya.
“Kau
menangis?”
“Hanya
saja, aku teringat sesuatu yang menyedihkan. Aku sangat mudah menangis hahaha.”
“Baiklah,
Sampai Jumpa besok.”
“Sampai
Jumpa.” Katanya sambil berlari menjauh.
Aku akan
bertemu lagi dengannya besok.
* * *
“Kau
bertemu dengan seorang gadis? Hahahaha jangan menipuku” teriak Sam sambil
mentertawaiku.
“Yah
meskipun hanya sebentar.”
“Kau
dapat nomor kontaknya?”
“Dia
tidak punya.”
“Kau
bercanda? Itu tandanya dia tidak mau denganmu.”
“Perkataanmu
terlalu tajam, dia memang tidak punya.”
“Dan kamu
percaya?”
Dia
temanku satu-satunya namanya Samuel Edison sering dipanggil Sam, meskipun
sifatnya sangat blak-blakkan tapi blak blak an itulah yang selalu membantuku,
kadang dia kekanakan dan tiba-tiba jadi dewasa saat menjadi pakar cinta.
“Apa dia
cantik?”
“Tentu
saja.”
“Lain
kali kau harus melukis wajahnya agar aku bisa melihatnya.” Guraunya
“hahaha,
jangan membuatku terlihat ceroboh.”
.
Keesokan
harinya di halte..
Kukira
hari ini kami akan bertemu lagi, tapi ini sudah satu jam semenjak aku turun dari
bus.
“Sampai
jumpa” berarti aku akan bertemu dengannya hari ini, di tempat yang sama. Aku
hanya berpikir begitu.
.
Hari ini
adalah pertengahan bulan Maret. Musim semi baru saja dimulai , angin bertiup
sangat kencang hingga aku tak bisa mengendalikan kanvas yang ku sandarkan di
dekat kandang jerapah sambil terus kusapukan cat acrylic.
“Sangat
Indah.”
“Ah??”
“Wahh,
itu yang akan dipajang di kelas.”
“Kenapa
kamu ada disini?”
“Bukankah
kemarin kamu bilang Sampai jumpa? kamu bilang kamu ingin mengerjakan tugas
disini hari ini.”
“Ah?? Aku
bilang begitu?”
“Waa
jerapahnya sangat tinggi.”
“Bagus
bukan? Lihat perspektif lehernya sangat tepat.”
“Kemarin
kau bilang sesuatu mengenai kolam harta? Ayo kesana”
“Haa?
Sekarang?”
“Sekarang.”
.
“Ada apa
dengan tempat ini?” tanya nya.
“Tempat
ini sangat berkesan bagiku.”
“Mmm…”
“Kau
ingat mengenai cinta pertamaku, Emily?”
“Iya.”
“Sekitar
musim ini saat umurku 5 tahun kami bermain di hutan. Kami menemukan sebuah gua,
saat itu dia seorang perempuan yang sangat pemberani jika dibandingkan denganku
yang penakut, kami semua masuk ke gua itu dan menemukan sesuatu yang bersinar,
kau bisa tebak apa benda yang bersinar itu?”
“Tidak.”
“Sebuah
telur. Saat itu aku ketakutan dan mengajak semua temanku untuk keluar dari gua,
tapi dia bersikeras untuk mengambilnya, dan membawanya keluar gua.”
“Lalu apa
yang terjadi?”
“Saat di
luar gua dia menyadari, jepit rambut pemberian ibunya hilang, dia hanya
berpikir bahwa jepit rambut itu terjatuh di dalam gua. Tanpa berpikir panjang
ia langsung masuk kedalam gua itu lagi, kemudian aku menemaninya.”
“Dia
sudah berjalan jauh ke dalam gua , aku mencoba menemukannya kemudian temanku
yang lain hanya mengamati dari mulut gua. Tiba-tiba saja tanah berguncang,
karena aku berada ditengah gua aku tidak bisa melihat apapun, aku mencoba lari
ke dalam gua untuk memastikan apakah Emily baik-baik saja, tetapi sampai di
tempat kami mengambil telur itu aku tidak menemukannya. Kemudian aku berlari
keluar meminta pertolongan teman-temanku untuk mencarinya. Tetapi..”
“Tetapi?”
“Mereka
semua juga menghilang.”
Dari
matanya mengalir bulir air mata (lagi).
“Kau
menangis lagi? Ada apa?”
“Aku ini
mudah menangis terlebih saat mendengar cerita sedih seperti itu.”
“Rasa
Empati mu sangat tinggi.”
“Lalu
selanjutnya apa yang terjadi?”
.
2005
Ketika
aku menghampiri telurnya, telur itu sudah hancur. Hari itu sudah gelap, aku
mencoba mencari jalan untuk pulang tetapi aku tersesat, keesokan harinya aku
ditemukan polisi dalam keadaan pingsan. Di rumah sakit aku langsung
diinterogasi.
“Kata
kakek salah satu temanku telur itu berisi monster yang bisa menelan waktu”.
“Apa kau
mendengar suara teriakan teman-temanmu?” tanya seorang polisi.
“Tidak,
semua tiba-tiba menghilang dan ..”
“Jangan
mengarang cerita pada polisi Alvin. Itu terdengar tidak masuk akal.” Sahut
ayahku.
Mereka
berpikir bahwa aku hanyalah anak kecil yang memiliki fantasi tinggi dan hanya
bisa mengada-ada.
Kakiku
terasa pegal saat harus dipaksa menyusuri hutan menuju gua kemarin.
“Alvin,
sudah keberapa kali kami melalui jalan ini? Kenapa baru pergi kemarin saja
jalan menuju gua itu kau sudah lupa?” protes ayah temanku.
“Jangan-jangan
gua itu hanya karanganmu saja.” Tukas seorang ibu lagi.
Kenapa
semua orang memojokkanku?
“Maaf
anda jangan memaksanya.” Cegah seorang polisi.
“Bagaimana
aku bisa percaya dengannya, kata anakku Alvin ini sangat aneh saat disekolah.”
Aku benci
suasana ini.
Seorang
polisi sedang mengangkat telepon saat itu.
“Kapten,
telah ditemukan mayat.”
“Apaa??
Mayat?” gumam semua orang.
Satu
temanku ditemukan sudah terkubur di taman belakang sekolah, saat diotopsi
penyebab kematiannya adalah asma.
Satu
temanku belum diketahui keberadaannya begitu juga dengan Emily.
.
“Boleh
Aku bertanya Sesuatu ?” Sela Sarah.
“Iya? Ada
apa?”
“Kenapa
kau menyukaiku? Kenapa harus aku?”
* * *